5 hukum islam dan pengertiannya |
Table of Contents
Pembagian Hukum Islam Taklifi dan Wadh'i
Macam-macam Hukum Taklifi
Apa yang di maksud hukum taklifi dan contohnya ?
- Al-Ijab (Kewajiban) - Wajib adalah perintah yang mesti dikerjakan, dengan ketentuan jika perintah tersebut di patuhi, maka yang mengerjakannya mendapat pahala; dan jika tidak dikerjakan maka ia berdosa.
- An-Nadbu (Kesunnahan) - Sunnah adalah perintah yang kalau dikerjakan dapat pahala dan jika tidak dikerjakan tidak berdosa.
- At-Tahrim (Keharaman) - Haram adalah larangan keras, dengan pengertian kalau dikerjakan kita berdosa, dan jika tidak dikerjakan (ditinggalkan) kita mendapat pahala.
- Al-Karahah (Kemakruhan) - Makruh adalah larangan yang tidak keras; kalau dilanggar tidak dihukum (tidak berdosa), dan kalau larangan ini dihentikan diberi pahala.
- Al-Ibahah (Kebolehan) - Mubah adalah sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Yaitu kalau dikerjakan tidak berpahala dan tidak pula berdosa dan kalau ditinggalkan tidak berpahala dan tidak berdosa.
Macam-macam Hukum Wadh'i
- 1. Hukum wadh'i sebagai sebab.
- 2. Hukum wadh'i sebagai syarat
- 3. Hukum wadh'i sebagai mani'
Sumber Hukum Islam Yang Disepakati Oleh Mayoritas Ulama
baca juga : Apa itu ilmu fiqih? Perbedaan dengan Ushul Fiqih
- Al-Quran
- Hadits
- Ijma’ Mujtahidin
- Qiyas.
Ada pula setengah ulama menambah lain dari keempat dalil tersebut, dengan
- Istihsan,
- Istishlal, ‘
- Uruf dan
- Istishhaab.
Hukum- hukum itu ditinjau dari pengambilannya di bagi menjadi 4 macam :
1. Hukum yang diambil dari nash yang tegas, yakin adanya dan yakin pula akan maksudnya yang menunjukkan atas hal itu.
أحكام مصادرها نصوص صريحة قطعيّة فى ثبوتها قطعيّة فى دلالتها على أحكامها
Hukum seperti ini tetap tidak berubah dan wajib dijalankan olehg seluruh kaum muslimin, seorangpun tidak berhak membantahnya, seperti wajib Shalat 5 waktu, Haji dan syarat sah jual beli dengan ridho (rela). Imam Syafi’I berkata, apabila ada ketentuan hukum dari Allah SWT pada suatu kejadian,wajiblah atas tiap-tiap muslimin mengikutinya.
2. Hukum yang diambil dari nash yang tidak yakin maksudnya terhadap hukum-hiukum itu.
أحكام مصادرها نصوص ظنّيّة فى الدلالة على أحكامها
Dalam hal yang seperti ini terbukalah bagi mujtahid untuk ijtihad dalam batas memahami nash itu saja, tidak boleh melampaui lingkunagn nash itu. Para mujtahid boleh mewujudkan hukum atau menguatkan salah satu hukum dengan ijtihadnya: misalkan, bolehkah Khiyar Majlis bagi dua orang yang berjual beli atau tidak, dalam memahami hadits;
البيعان بالخيار ما لم يتفرّقا
…dua orang jual beli boleh memilih untuk meneruskan jual beli atau tidak selama keduanya belum berpisah. Mungkin yang dimaksud berpisah dalam hadits berpisah badan atau berpisah pembicaraan, yang dimaksud ijab dan qobul dan seperti wajib menyapu ( mengusap) semua kepala atau sebagian saja pada wudhu dalam memahami ayat : وامسحوا برؤسكم Surat al-maidah ayat 6.
3.Hukum yang tidak ada nash tetapi pada suatu masa telah sepakat (ijma’) mujtahidin atas hukum-hukumnya.
أحكام لم تدلّ عليها نصوص لا قطعيّة و لا ظنّيّة و لكن إنعقد عليها إجماع المجتهدين في عصر من العصور
Seperti pusaka datuk 1/6 dan batalnya pernikahan seorang muslimah dan llaki-laki bukan muslim. Disini tidak ada pulalah jalan untuk ijtihad, bahkan wajib atas tiap-tiap muslim untuk mengakui dan menjalankannya karena hukum yang disepakati oleh mujtahidin itu adalah hukum untuk umat seluruhnya dan umat itu menurut sabda rasulullah SAW tidak akan sepakat akan sesuatu yang sesat.
Mujtahidin itu merupakan ulil amri dalam mempertimbangkan sedang Allah SWT menyuruh umatnya mentaati ulil amri itu. Walaupun begitu kita wajib mengetahui betul-betul pada hukum itu telah terjadi ijma’ (sepakat) ulama’ mujtahidin, bukan semata-mata didasarkan kepada sangkaan yang tidak dengan penyelidikan yang teliti.
4. Hukum yang tidak dari nash baik Qoth’I maupun Dhonni dan tidak pula ada kesepakatan mujtahidin atas hukum itu.
أحكام لم تدلّ عليها نصوص لا قطعيّة و لا ظنّيّة و لم ينعقد إجماع عليها من المجتهدين في عصر من العصور
Seperti yang banyak menghiasi kitab-kitab fiqh madzhab yang kita lihat diwaktu ini.
Hukum seperti ini adalah buah dari pendapat salah seorang mujtahid menurut asas (cara) yang sesuai dengan akal pikirannya dan keadaan di lingkungan masing-masing, diwaktu terjadinya peristiwa itu.
Hukum-hukum seperti itu tidak tetap, mungkin berubah dengan berubahnya keadaan atau tinjauan masing-masing. Maka mujtahid dimasa itu atau sesudahnya berhak membantah serta menetapkan hukum yang lain, sebagaimana mujtahid pertama yang telah memberi ( menetapkan) hukum itu sebelumnya dan iapun dapat pula mengubah hukum itu dengan pendapatnya yang lain dengan tinjauan yang lain.
Setelah diselidiki dan diteliti kembali pokok-pokok pertimbangannnya. Buah dari ijtihad seperti ini tidak wajib atas seluruh dan atas seorang yang minta fatwa kepadanya, selama pendaoatnya itu belum diubahnya.
Jadi, pengambilan hukum yang wajib diikuti oleh semua kaum muslimin hanya Al-Qur’an, Hadits Mutawatir yang qath’i dilalah dan Ijma’ Mujtahidin dan Qiyas
semoga anda mendapat wawasan baru tentang sumber hukum islam yang telah disepakati oleh mayoritas para ulama begitu juga tentang pembagian hukum islam taklifi dan wadh'i, semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.